Syech Abdul Al-Hamid Abulung adalah salah satu ulama terkenal Banjarmasin disamping Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari untuk lebih jelasnya mari kita ikuti kisah perjalan Syech Abdul Hamid Abulung.
Dalam sejarah pemikiran keagamaan di Kalimantan Selatan pada abad ke-18 terdapat tiga tokoh yang terkenal yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary SyekhAbd Al Hamid Abulung dan Syekh Muhammad Nafis Al Banjari Zafry Zamzam 1979 Dua yang pertama makamnya terdapat di daerah Martapura sementara yang terakhir terdapat di daerah Hulu Sungai Utara Amuntai.
Dibandingkan dengan kubah atau makam Syekh Arsyad Al Banjari 1707 1812 M yang di tanah seribu sungai ini lebih dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan kubah Syekh Abd Al Hamid Abulung yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Abulung tentu saja kurang terkenal Ini disebabkan selain karena tidak memiliki karya tulis Abd Al-Hamid juga bisa dikatakan senasib dengan Syekh Siti Jenar di jawa yang meninggal karena dibunuh para wali akibat perselisihan mengenai pandangan keagamaan dalam tasawuf
Baik Syek Siti Jenar maupun Syech Abdul Hamid Abulung keduanya sama sama mengajarkan satu cabang filsafat yang kini kurang populer yaitu metafisika Pemikiran mereka sama dengan pemikiran Henry Bergson pada masa modern Lao Tse dan Krishnamurti di Timur Paraselsus dan Plato serta Plotinus di masa Yunani serta beberapa filusuf awal dalam pemikiran Islam.
Meskipun demikian nasib Syekh Abd Al Hamid agaknya lebih beruntung ketimbang Siti Jenar sebab ia nyaris tidak memiliki citra yang pejoratif Setidaknya ini tersirat dalam kenyataan bahwa dalam tradisi mamangan bacaan semacam doa Banjar namanya juga sering disebut dan disandingkan dengan Syekh Arsyad Al-Banjari Hal ini membuktikan meskipun ajarannya dianggap menyimpang oleh jumhur ulama Banjar namun di mata masyarakat Syekh Abd Al Hamid tetap dianggap wali
Sukar melacak kapan tepatnya saat Syekh Abd Al-Hamid dilahirkan Seperti halnya Syekh Siti Jenar kehidupan Syekh Abd Al Hamid pun secara umum sukar dilacak datanya Namun demikian yang pasti ia menyaksikan Kesultanan Banjar dipimpin oleh Sultan Tamhid Allah yang berkuasa pada 1778 1808 M.
Di masa kekuasaan Sultan Tamhid Allah kondisi politik Kesultanan Banjar mulai tidak kondusif Perebutan kekuasaan antar pembesar kesultanan seringkali terjadi Hal inilah yang mendorong Sultan Tamhid Allah bekerjasama dengan Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya Sebagai kompensasinya Sultan Tamhid Allah harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada Belanda Hal ini terjadi pada 1787 M Kutoyo dan Sri Sutjianingsih 1877.
Meski kondisi politik Kesultanan Banjar tidak lagi kondusif Banjar tetap menjadi pusat perdagangan yang paling strategis di wilayah Kalimantan Kekayaan alamnya yang melimpah seperti intan emas lilin damar dan sarang burung walet yang merupakan komoditas internasional paling laris menyebabkan Banjar tetap menjadi incaran para pedagang dari jawa Makassar Portugis Inggris dan Belanda Ini artinya Kesultanan Banjar yang terletak di pesisir pantai selatan Kalimantan merupakan wilayah terbuka baik untuk kepentingan dagang politik maupun penyebaran agama.
Walaupun Kesultanan Banjar dikenal sangat terbuka bagi masyarakat pendatang dari berbagai penjuru dunia yang berbeda etnik maupun agama para pembesar kesultanan dikenal sangat taat memeluk Islam Untuk menunjang spiritualnya itu para penguasa Banjar mengangkat para ulama menjadi guru spiritualnya sekaligus menjadi pejabat-pejabat kesultanan.
Konon Syekh Abd Al Hamid dalam salah satu sumber pernah mendapatkan perlakuan istimewa oleh para Kesultanan Banjar Dalam penelitian H A Rasyidah disebut Syekh Abd Al Hamid pernah menjabat posisi strategis di Kesultanan Banjar tepatnya sebagai mufti Rasyidah 1990 Tapi tampaknya hasil penelitian H A Rasyidah kurang bisa diterima oleh kalangan sejarawan Pasalnya seperti diutarakan Zafry Zamzam Steenbrink dan Azyumardi Azra kedatangan
Home »
FAKTA UNIK
» PERJALANAN SYECH ABDUL AL-HAMID ABULUNG
PERJALANAN SYECH ABDUL AL-HAMID ABULUNG
Syech Abdul Al-Hamid Abulung adalah salah satu ulama terkenal Banjarmasin disamping Syech Muhammad Arsyad Al-Banjari untuk lebih jelasnya mari kita ikuti kisah perjalan Syech Abdul Hamid Abulung.
Dalam sejarah pemikiran keagamaan di Kalimantan Selatan pada abad ke-18 terdapat tiga tokoh yang terkenal yaitu Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary SyekhAbd Al Hamid Abulung dan Syekh Muhammad Nafis Al Banjari Zafry Zamzam 1979 Dua yang pertama makamnya terdapat di daerah Martapura sementara yang terakhir terdapat di daerah Hulu Sungai Utara Amuntai.
Dibandingkan dengan kubah atau makam Syekh Arsyad Al Banjari 1707 1812 M yang di tanah seribu sungai ini lebih dikenal dengan sebutan Datu Kalampayan kubah Syekh Abd Al Hamid Abulung yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Abulung tentu saja kurang terkenal Ini disebabkan selain karena tidak memiliki karya tulis Abd Al-Hamid juga bisa dikatakan senasib dengan Syekh Siti Jenar di jawa yang meninggal karena dibunuh para wali akibat perselisihan mengenai pandangan keagamaan dalam tasawuf
Baik Syek Siti Jenar maupun Syech Abdul Hamid Abulung keduanya sama sama mengajarkan satu cabang filsafat yang kini kurang populer yaitu metafisika Pemikiran mereka sama dengan pemikiran Henry Bergson pada masa modern Lao Tse dan Krishnamurti di Timur Paraselsus dan Plato serta Plotinus di masa Yunani serta beberapa filusuf awal dalam pemikiran Islam.
Meskipun demikian nasib Syekh Abd Al Hamid agaknya lebih beruntung ketimbang Siti Jenar sebab ia nyaris tidak memiliki citra yang pejoratif Setidaknya ini tersirat dalam kenyataan bahwa dalam tradisi mamangan bacaan semacam doa Banjar namanya juga sering disebut dan disandingkan dengan Syekh Arsyad Al-Banjari Hal ini membuktikan meskipun ajarannya dianggap menyimpang oleh jumhur ulama Banjar namun di mata masyarakat Syekh Abd Al Hamid tetap dianggap wali
Sukar melacak kapan tepatnya saat Syekh Abd Al-Hamid dilahirkan Seperti halnya Syekh Siti Jenar kehidupan Syekh Abd Al Hamid pun secara umum sukar dilacak datanya Namun demikian yang pasti ia menyaksikan Kesultanan Banjar dipimpin oleh Sultan Tamhid Allah yang berkuasa pada 1778 1808 M.
Di masa kekuasaan Sultan Tamhid Allah kondisi politik Kesultanan Banjar mulai tidak kondusif Perebutan kekuasaan antar pembesar kesultanan seringkali terjadi Hal inilah yang mendorong Sultan Tamhid Allah bekerjasama dengan Belanda untuk mempertahankan kekuasaannya Sebagai kompensasinya Sultan Tamhid Allah harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada Belanda Hal ini terjadi pada 1787 M Kutoyo dan Sri Sutjianingsih 1877.
Meski kondisi politik Kesultanan Banjar tidak lagi kondusif Banjar tetap menjadi pusat perdagangan yang paling strategis di wilayah Kalimantan Kekayaan alamnya yang melimpah seperti intan emas lilin damar dan sarang burung walet yang merupakan komoditas internasional paling laris menyebabkan Banjar tetap menjadi incaran para pedagang dari jawa Makassar Portugis Inggris dan Belanda Ini artinya Kesultanan Banjar yang terletak di pesisir pantai selatan Kalimantan merupakan wilayah terbuka baik untuk kepentingan dagang politik maupun penyebaran agama.
Walaupun Kesultanan Banjar dikenal sangat terbuka bagi masyarakat pendatang dari berbagai penjuru dunia yang berbeda etnik maupun agama para pembesar kesultanan dikenal sangat taat memeluk Islam Untuk menunjang spiritualnya itu para penguasa Banjar mengangkat para ulama menjadi guru spiritualnya sekaligus menjadi pejabat-pejabat kesultanan.
Konon Syekh Abd Al Hamid dalam salah satu sumber pernah mendapatkan perlakuan istimewa oleh para Kesultanan Banjar Dalam penelitian H A Rasyidah disebut Syekh Abd Al Hamid pernah menjabat posisi strategis di Kesultanan Banjar tepatnya sebagai mufti Rasyidah 1990 Tapi tampaknya hasil penelitian H A Rasyidah kurang bisa diterima oleh kalangan sejarawan Pasalnya seperti diutarakan Zafry Zamzam Steenbrink dan Azyumardi Azra kedatangan
Label:
FAKTA UNIK
